Susul Shell dan BP, Vivo Batal Beli BBM Pertamina Sebanyak 40rb Barel

Susul Shell dan BP, Vivo Batal Beli BBM Pertamina Sebanyak 40rb Barel

Pada kasus Pertamina yang menjadi sorotan beberapa waktu lalu, khususnya yang mencakup periode 2018-2023 dan terungkap pada awal 2025 (menjadi berita utama), terjadi dugaan praktik pengoplosan Bahan Bakar Minyak (BBM) oleh oknum di Pertamina.

Modus utama yang terungkap adalah dugaan pencampuran Pertamax (RON 92) dengan BBM yang memiliki oktan lebih rendah, seperti Pertalite (RON 90) atau bahkan Premium (RON 88). Tujuan dari praktik ini adalah untuk menekan biaya dan meraup keuntungan ilegal, meskipun BBM tersebut dijual dengan harga Pertamax. 

Akibat kekecewaan dan kekhawatiran atas kualitas yang tidak terjamin, banyak pengendara dilaporkan mulai beralih ke Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) lain atau penyedia BBM swasta yang dianggap menawarkan kualitas yang lebih terjamin dan terpercaya. Alhasil terjadi kelangkaan BBM pada semua SPBU swasta.

Karena itu, Pertamina membujuk SPBU swasta dengan menawarkan mereka agar mau mengambil BBM dari pihak Pertamina. Tetapi ternyata muncul masalah lain.

Ternyata 100 ribu barel kargo impor tahap pertama milik Pertamina tidak laku terjual usai Vivo juga batal membeli base fuel dari Pertamina karena kandungan etanol tidak sesuai standar kualitas.


VIVO membatakan untuk melanjutkan pembelian. AKhirnya tidak disepakati lagi. Lalu tinggal APR. Tetapi ternyata APR tidak mau juga, jadi batal. Jadi tidak ada semua," kata Wakil Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Achmad Muchtasyar saat rapat dengar pendapat dengan komisi XII DPR RI, Direktorat Jenderal Migas, wartawan, dan perwakilan SPBU swasta, di Senayan, Jakarta, Rabu tanggal 1 Oktober 2025.

Achmad menjelaskan, alasan pembatalan tersebut karena base fuel Pertamina memiliki kandungan etanol 3,5 persen. Regulasi pertamina sendiri memperbolehkan kadar etanol dalam BBM hingga 20 persen.

Menurut Achmad, sebelumnya beberapa SPBU swasta yang berkeinginan untuk membeli base fuel dari Pertamina seperti VIVO dan APR (PT. Aneka Petroindo Raya, usaha kongsi gabungan dari dua perusahaan, BP dan AKR, kadang juga disebut BP-AKR). Kesepatakan paling awal sekitaran tanggal 26 September, namun setelah dilakukan ujicoba terhadap produk, keduanya memutuskan membatalkan kerja sama.

"Sebelum jam enam sore kemarin, AKR sudah menyatakan tidak akan lanjut. Lalu setelah diskusi lebih lanjut, Vivo juga batal. APR pun akhirnya ikut tidak melanjutkan."

Vivo yang awalnya rencana mau mengambil 40 ribu barel dari total 100 ribu yang dibawa oleh kargo impor MT Sakura dan juga sepakat dengan pertamina, terakhir pun batal tak jadi karena masalah kualitas ini.

"Isu yang disampaikan kepada rekan-rekan SPBU ini mengenai konten. Kontennya ada kandungan etanol. Secara regulasi itu diperkenankan, etanol itu sampai jumlah tertentu kalau tidak salah sampai 20 persen etanol. Sedangkan BBM dari pertaminan ini ada etanol 3,5 persen" ujarnya.

Berdasarkan hasil uji coba terhadap kargo pertamina dari MT Sakura, ditemukan kandungan etanol 3,5 persen, tidak masuk dalam kelayakan kualitas dari SPBU lainnya. Jadi meski angka tersebut masih di bawah batas maksimal 20 persen sesuai regulasi Pertaminan, tetapi hal itu tetap membuat SPBU Swasta enggan melanjutkan pembelian. Sehingga sampai saat ini, tidak ada satupun SPBU swasta yang mau membeli fuel Pertamina.

Selain masalah kualitas dan kandungan etanol, pertamina juga membahas berbagai aspek teknis dan komersial dengan SPBU swasta antara lain Skema transaksi, jumlah base fuel yang dibutuhkan, dan skema komersial dengan pola cost plus fee.

Skema importasi base fuel oleh pertamina merupakan hasil kesepakatan yang dicapai antara kementerian ESDM, badan usaha swasta, dan Pertamina untuk mengatasi kelangkaan BBM di pom bensin milik swasta yang merupakan imbas karena masalah polemik kasus BBM Oplos mencampur dengan oktan yang lebih rendah yang terjadi di Pertamina beberapa waktu lalu .

Sementara itu, rencana negosiasi dengan SPBU Shell juga tidak berjalan dengan baik.

Share:
Previous Post