Wacana & Prospek Perencanaan Pengembangan dan Penggunaan Bitcoin di Indonesia

Wacana & Prospek Perencanaan Pengembangan dan Penggunaan Bitcoin di Indonesia

 79percentclock.com - Presiden Donald Trump, melalui perintah eksekutif pada 6 Maret 2025, menetapkan pembentukan Strategic Bitcoin Reserve dan U.S. Digital Asset Stockpile, menjadikan Bitcoin sebagai aset cadangan resmi AS untuk pertama kalinya. Cadangan ini akan dibiayai dengan sekitar 200,000 BTC (senilai ~$17 miliar) yang telah disita pemerintah AS melalui proses penyitaan kriminal atau sipil, tanpa pembelian baru menggunakan dana pajak. Tujuannya adalah memposisikan AS sebagai pemimpin dalam strategi aset digital global, mencegah penjualan Bitcoin yang merugikan (diperkirakan telah merugikan $17 miliar), dan menjadikan Bitcoin sebagai "digital gold" dengan nilai strategis jangka panjang. Namun, keputusan ini menuai kritik karena tidak menyertakan pembelian aktif, memicu penurunan harga Bitcoin hingga 6%, serta kekhawatiran akan volatilitas dan potensi konflik kepentingan, mengingat keterlibatan Trump dalam proyek kripto pribadi.

Selain US yang sekarang memiliki 210 ribu BTC, beberapa negara juga mulai menyimpan dalam jumlah banyak dan menimbunnya sedikit demi sedikit, mulai dari China dengan perkiraan 194 ribu BTC, Inggris dengan 61 ribu BTC, Ukraina dengan 46 ribu BTC, bahkan negara kecil seperti Bhutan dan El Salvador pun mulai menabungnya.

Jadi bagaimana dengan Indonesia? dalam hal teknologi, kita selalu lebih lambat dan terbelakang dibanding sebagian negara lainnya. Padahal jika pemerintah lebih cepat dan pintar dalam nenganggapi, maka lebih bisa meminimalisir keterlambatan.

Bitcoin, sebagai mata uang kripto pertama dan paling terkenal di dunia, telah menjadi topik diskusi global, termasuk di Indonesia. Meskipun pemerintah Indonesia melalui Bank Indonesia (BI) dan regulasi terkait telah melarang penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah, wacana tentang potensi pengadopsian teknologi ini tetap muncul, terutama dalam konteks inovasi keuangan, inklusi keuangan, dan transformasi digital. Artikel ini akan membahas wacana pengadopsian Bitcoin oleh pemerintah Indonesia, potensi penerapannya, serta tantangan yang dihadapi.


Latar Belakang dan Status Hukum Bitcoin di Indonesia

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Indonesia. Bank Indonesia secara tegas melarang penggunaan Bitcoin dan mata uang kripto lainnya sebagai alat pembayaran sejak 2014, dengan alasan risiko volatilitas harga, potensi pencucian uang, pendanaan terorisme, dan ketidakstabilan ekonomi. Larangan ini diperkuat melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 dan pernyataan lanjutan pada 2017 yang melarang penyedia jasa pembayaran memproses transaksi menggunakan mata uang virtual.

Namun, Bitcoin dan aset kripto lainnya tetap diizinkan sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berlisensi di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), yang kini beralih ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Peraturan Bappebti Nomor 13/2022 mengklasifikasikan aset kripto sebagai komoditas tidak berwujud yang dapat diperdagangkan, bukan sebagai alat tukar. Hal ini menunjukkan sikap pemerintah yang masih terbuka terhadap potensi teknologi blockchain, meskipun dengan pendekatan yang sangat hati-hati.

Wacana pengadopsian Bitcoin muncul seiring meningkatnya minat masyarakat terhadap aset kripto. Data dari Bappebti pada Juli 2022 mencatat sekitar 15 juta pengguna aset kripto di Indonesia, melebihi jumlah investor pasar saham. Selain itu, diskusi global tentang adopsi Bitcoin oleh negara seperti El Salvador dan wacana Bitcoin Act di Amerika Serikat turut memicu spekulasi tentang kemungkinan Indonesia mengambil langkah serupa.

Potensi Penerapan Bitcoin di Indonesia

Meskipun dilarang sebagai alat pembayaran, Bitcoin dan teknologi blockchain-nya memiliki potensi untuk diadopsi dalam berbagai aspek di Indonesia. Berikut adalah beberapa kemungkinan penerapan:

Inklusi Keuangan

Menurut World Bank, sekitar 40% populasi dewasa Indonesia (78 juta orang) belum memiliki akses ke layanan perbankan formal. Bitcoin, dengan teknologi blockchain yang memungkinkan transaksi peer-to-peer tanpa perantara bank, dapat menjadi solusi untuk memperluas akses keuangan, terutama di daerah terpencil. Stablecoin, yang merupakan jenis kripto dengan nilai yang lebih stabil, dapat dipertimbangkan sebagai alat transaksi digital untuk mendukung pembayaran lintas wilayah tanpa biaya tinggi.  

Contohnya, pemerintah dapat memanfaatkan blockchain untuk mendistribusikan bantuan sosial secara transparan dan efisien, memastikan dana sampai ke penerima yang tepat tanpa risiko penyelewengan.

Transformasi Ekonomi Digital

Indonesia memiliki proyeksi nilai ekonomi digital sebesar USD 146 miliar pada 2025. Teknologi blockchain yang mendasari Bitcoin dapat diintegrasikan ke dalam sektor seperti e-commerce, logistik, dan sistem pembayaran digital. Blockchain memungkinkan pelacakan transaksi yang aman dan transparan, yang dapat meningkatkan efisiensi dan kepercayaan dalam ekosistem digital.  

Selain itu, wacana pembentukan bursa saham perusahaan kripto di Indonesia menunjukkan potensi pertumbuhan industri ini, yang dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong inovasi teknologi.

Investasi dan Cadangan Aset

Bitcoin dapat dipertimbangkan sebagai bagian dari strategi diversifikasi aset negara, seperti yang diwacanakan di Amerika Serikat melalui Bitcoin Act 2025. Dengan suplai terbatas hanya 21 juta BTC, Bitcoin memiliki potensi sebagai lindung nilai terhadap inflasi, terutama di tengah kecenderungan pencetakan uang fiat yang berlebihan. 

Pada Februari 2025, Menteri BUMN Erick Thohir menyebutkan bahwa cadangan emas batangan Indonesia adalah sekitar 201 ton. Selain emas juga ada dalam bentuk valuta asing, Special Drawing Rights (SDRs), Reserve Position in the Fund (RPF), dan lainnya. Kenapa tidak menambah Bitcoin ke dalam daftar cadangan devisa negara, mengingat jumlahnya yang terbatas hanya 21 juta BTC, dan bersifat sangat Likuiditas.

Penambangan Bitcoin oleh Negara

Indonesia dapat mempelajari model seperti El Salvador, yang menggunakan energi geotermal dari gunung berapi untuk menambang Bitcoin, mengingat Indonesia memiliki banyak gunung berapi yang dapat dimanfaatkan untuk sumber energi terbarukan.

Pemanfaatan Blockchain untuk Regulasi dan Keamanan

Teknologi blockchain dapat digunakan untuk meningkatkan akuntabilitas dalam sistem keuangan, seperti mencegah pencucian uang melalui pelacakan transaksi yang transparan. Pemerintah dapat mengembangkan regulasi berbasis blockchain untuk mengawasi perdagangan aset kripto, perpajakan, dan jaminan penyimpanan aset digital.

Edukasi dan Literasi Keuangan

Tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia terhadap kripto masih rendah, yang menjadi salah satu hambatan adopsi. Pemerintah dapat memanfaatkan wacana ini untuk meningkatkan edukasi digital, khususnya tentang cara kerja Bitcoin dan blockchain, sehingga masyarakat dapat membuat keputusan investasi yang lebih bijak dan terhindar dari penipuan.

Tantangan dalam Pengadopsian Bitcoin

Meskipun memiliki potensi, pengadopsian Bitcoin di Indonesia menghadapi sejumlah tantangan:

Regulasi yang Ketat dan Ambiguitas Hukum

Larangan penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran menciptakan keambiguan yang menghambat inovasi. Pemerintah perlu merumuskan regulasi yang lebih inklusif, misalnya dengan mengatur stablecoin atau mengintegrasikan blockchain ke dalam sistem keuangan resmi, tanpa melanggar UU Mata Uang.

Volatilitas Harga

Harga Bitcoin sangat fluktuatif, yang membuatnya kurang ideal sebagai alat transaksi sehari-hari. Contohnya, dalam sehari, harga Bitcoin bisa naik 5% atau turun 7%. Hal ini menjadi risiko besar bagi masyarakat yang tidak teredukasi dengan baik tentang pasar kripto.

Risiko Kejahatan Keuangan

Sifat pseudonim dan anonimitas Bitcoin memudahkan penyalahgunaan untuk pencucian uang, pendanaan terorisme, dan perdagangan ilegal. Pemerintah perlu menerapkan regulasi ketat terkait identifikasi pengguna (KYC/AML) untuk memitigasi risiko ini.

Literasi Digital yang Rendah

Banyak masyarakat Indonesia, terutama di daerah terpencil, belum memahami cara kerja Bitcoin atau blockchain. Tanpa edukasi yang memadai, adopsi teknologi ini berisiko menimbulkan kerugian finansial akibat kurangnya pemahaman.

Konsumsi Energi untuk Penambangan

Penambangan Bitcoin membutuhkan konsumsi energi yang besar, yang dapat menjadi tantangan di tengah upaya global untuk mengurangi emisi karbon. Data dari Cambridge Bitcoin Electricity Consumption Index menyebutkan konsumsi listrik global untuk penambangan Bitcoin mencapai 144,6 Terawatt-jam per tahun, melebihi konsumsi listrik Ukraina. Indonesia perlu mempertimbangkan sumber energi terbarukan untuk mendukung aktivitas ini.

Langkah Strategis untuk Pengadopsian

Untuk mengadopsi Bitcoin secara efektif, pemerintah Indonesia dapat mempertimbangkan langkah-langkah berikut:

Modifikasi Regulasi

Pemerintah dapat mempertimbangkan regulasi yang lebih fleksibel, seperti mengizinkan penggunaan stablecoin untuk transaksi tertentu atau mengintegrasikan blockchain ke dalam sistem pembayaran digital resmi.

Pemanfaatan Energi Terbarukan

Mengikuti model El Salvador dan Bhutan, Indonesia dapat memanfaatkan energi geotermal dari gunung berapi untuk menambang Bitcoin secara ramah lingkungan.

Peningkatan Literasi Digital

Program edukasi nasional tentang kripto dan blockchain perlu digalakkan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat dan mengurangi risiko penipuan.

Pembentukan Bursa Kripto Nasional

Wacana pembentukan bursa saham perusahaan kripto dapat dipercepat untuk menciptakan ekosistem perdagangan yang teratur dan diawasi.

Kerja Sama Internasional

Indonesia dapat belajar dari negara lain yang telah mengadopsi Bitcoin, seperti El Salvador, atau mengikuti perkembangan wacana global, seperti Bitcoin Act di AS, untuk merumuskan kebijakan yang sesuai dengan konteks lokal.

Contoh Penerapan Bitcoin di Indonesia

Integrasi dengan Teknologi QRIS

Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) adalah sistem pembayaran digital yang dikembangkan oleh Bank Indonesia untuk menyatukan berbagai layanan pembayaran elektronik di Indonesia. Meskipun Bitcoin dilarang sebagai alat pembayaran, teknologi blockchain-nya dapat diintegrasikan dengan QRIS untuk mendukung transaksi berbasis stablecoin atau token berbasis blockchain yang diatur.

Contoh penerapan: Pemerintah dapat mengembangkan stablecoin berbasis Rupiah (digital Rupiah) yang dijamin oleh BI, yang dapat dipindai melalui QRIS untuk transaksi di pedagang lokal. Blockchain memastikan transaksi tercatat secara transparan dan aman, mengurangi risiko penipuan. Misalnya, pedagang kecil di pasar tradisional dapat menerima pembayaran digital dengan biaya transaksi rendah melalui QRIS yang terhubung ke dompet kripto berbasis blockchain, memperluas akses keuangan di daerah terpencil.

Integrasi ini juga dapat mendukung pelacakan pajak secara real-time, karena setiap transaksi terekam di blockchain, membantu pemerintah meningkatkan kepatuhan pajak tanpa mengganggu kemudahan penggunaan QRIS.

Tapi lebih bagus lagi jika pemerintah mencabut larangan, dan mendukung penggunaan Bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah selain mata uang Rupiah. Jadi setiap transaksi dengan QRIS, dapat menggunakan wallet kripto atau bitcoin, yang kemudian dikonversi ke mata uang rupiah secara real time.

Obligasi Pemerintah Berbasis Blockchain

Pemerintah Indonesia rutin menerbitkan obligasi, seperti Surat Berharga Negara (SBN), untuk membiayai anggaran negara. Teknologi blockchain yang mendasari Bitcoin dapat digunakan untuk menerbitkan obligasi pemerintah secara digital, meningkatkan efisiensi, transparansi, dan aksesibilitas.

Contoh penerapan: Pemerintah dapat menerbitkan "blockchain-based SBN" yang diperdagangkan di platform berbasis blockchain. Investor, termasuk individu ritel, dapat membeli obligasi ini dalam denominasi kecil menggunakan dompet digital yang mendukung aset kripto. Blockchain memungkinkan pelacakan kepemilikan obligasi secara transparan, mengurangi risiko manipulasi data, dan mempermudah pembayaran kupon secara otomatis melalui smart contract.

Selain itu, obligasi ini dapat menarik investor global yang sudah terbiasa dengan aset kripto, meningkatkan permintaan terhadap SBN. Sebagai contoh, investor dapat membeli obligasi menggunakan stablecoin seperti USDT, yang kemudian dikonversi ke Rupiah oleh sistem, menjaga kepatuhan terhadap UU Mata Uang.

Kemudian, biarpun pemerintah belum tertarik menyimpan bitcoin sebagai cadangan devisa negara, tetapi bisa diterapkan pada obligasi pemerintah. Sebagai contoh obligasi pemerintah (ORI) biasa memberi sekitar 6-7% per tahun. Bitcoin biarpun fluktuatif dan memiliki volatilitas tinggi, tetapi nilainya selalu naik dalam waktu jangka panjang, melebihi emas dan investasi lainnya, sehingga selisih dari persentase itu akan memberikan keuntungan terhadap negara. Karena negara itu berbeda dengan individu yang bisa tiba-tiba butuh uang tunai karena situasi mendesak.

Perilisan Kripto Syariah yang Halal

Dalam konteks hukum Islam di Indonesia, pelarangan Bitcoin dan kripto sebagai alat pembayaran didasarkan pada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Nomor 1 Tahun 2017 dan penguatan fatwa pada 2021. MUI menyatakan bahwa Bitcoin haram digunakan sebagai alat tukar karena tidak memenuhi syarat sebagai mata uang menurut syariat Islam, yaitu: (1) tidak memiliki nilai intrinsik (bukan komoditas fisik seperti emas atau perak), (2) bersifat spekulatif dan volatile sehingga mengandung unsur gharar (ketidakpastian), dan (3) rawan digunakan untuk tindakan haram seperti pencucian uang. Namun, MUI memperbolehkan kripto sebagai aset investasi (komoditas) selama memenuhi prinsip syariah, seperti diperdagangkan di bursa yang diawasi dan tidak mengandung riba atau manipulasi pasar. Meski demikian, pandangan ini berbeda dengan beberapa ulama lain yang memperbolehkan kripto jika digunakan secara transparan dan sesuai syariat, mencerminkan keragaman interpretasi fiqih di Indonesia. Regulasi negara yang melarang kripto sebagai alat pembayaran (UU No. 7/2011) juga mendukung fatwa ini, tetapi perdagangan kripto sebagai aset tetap diizinkan di bawah pengawasan OJK dan Bappebti. 

Intinya, pemerintah dan MUI bisa merilis kripto halal atau kripto syariah yang memiliki aturan-aturan dan sistem tertentu.

Kesimpulan

Wacana pengadopsian Bitcoin oleh pemerintah Indonesia mencerminkan potensi besar teknologi ini dalam mendorong inklusi keuangan, transformasi digital, dan diversifikasi aset. Meskipun dilarang sebagai alat pembayaran, Bitcoin dan teknologi blockchain-nya dapat dimanfaatkan untuk memperluas akses keuangan, meningkatkan transparansi transaksi, dan mendukung pertumbuhan ekonomi digital. Namun, tantangan seperti regulasi yang ketat, volatilitas harga, risiko kejahatan, dan literasi digital yang rendah harus diatasi dengan kebijakan yang matang.

Dengan pendekatan yang hati-hati namun inovatif, Indonesia dapat memanfaatkan Bitcoin tidak hanya sebagai komoditas, tetapi juga sebagai katalis untuk mempercepat transformasi keuangan dan digital. Langkah strategis seperti modifikasi regulasi, pemanfaatan energi terbarukan, dan peningkatan literasi digital akan menjadi kunci untuk mewujudkan potensi ini. Di tengah perkembangan global yang semakin mengakomodasi kripto, Indonesia memiliki peluang untuk menjadi pemain penting dalam ekosistem ini, asalkan mampu menyeimbangkan inovasi dengan stabilitas ekonomi dan perlindungan konsumen.


Share:
Next Post Previous Post