Sinopsis Film Zombie Indonesia "Abadi Nan Jaya" (The Elixir), Ambisi Awet Muda yang Berujung Kiamat

Sinopsis Film Zombie Indonesia "Abadi Nan Jaya" (The Elixir), Ambisi Awet Muda yang Berujung Kiamat

Dalam dunia perfilman Indonesia yang semakin berani mengeksplorasi genre horor, muncul sebuah karya segar yang memadukan elemen zombie klasik dengan nuansa budaya lokal yang kental. Abadi Nan Jaya, atau dikenal secara internasional sebagai The Elixir, adalah film thriller horor zombie produksi 2025 yang disutradarai oleh Kimo Stamboel, sineas ternama di balik sukses Ratu Ilmu Hitam (2019) dan Badarawuhi di Desa Penari (2024). 

Film ini bukan sekadar cerita mayat hidup yang haus darah, melainkan refleksi mendalam tentang ambisi manusia yang tak terkendali, keserakahan, dan konsekuensi dari bermain-main dengan rahasia alam. Tayang eksklusif di Netflix sejak 23 Oktober 2025, Abadi Nan Jaya langsung meraih tempat di Top 10 film non-Inggris di 75 negara, membuktikan daya tariknya yang global.

Abadi Nan Jaya biarpun bukan merupakan film zombie pertama di Indonesia, tetapi merupakan produksi orisinal Netflix Indonesia pertama dengan genre zombie dan merupakan film zombie Indonesia yang meraih popularitas global yang sangat tinggi (untuk kelas film Indonesia).


Film Abadi Nan Jaya di Netflix Indonesia

Latar dan Premis Cerita: Jamu Tradisional yang Berubah Jadi Kutukan!

Cerita film ini berlatar di Desa Wanirejo, sebuah kampung Jawa yang tenang dan sarat tradisi, di mana suara toa masjid bercampur dengan irama dangdut dan petasan sunatan anak. Di tengah hiruk-pikuk kehidupan desa yang akrab, berdiri perusahaan jamu turun-temurun bernama "Wani Waras". Sadimin (diperankan oleh Donny Damara), sang kepala keluarga yang ambisius, memimpin bisnis ini dengan tangan besi. Ia terobsesi menciptakan ramuan revolusioner bernama "Abadi Nan Jaya", sebuah jamu yang menjanjikan awet muda dan keabadian kulit, bukan hanya menyembuhkan penyakit biasa. Inspirasi Sadimin datang dari warisan leluhur, tapi obsesinya membuatnya mengabaikan peringatan dari keluarga dan masyarakat.

Keluarga Sadimin sendiri adalah potret disfungsi yang tragis: hubungan retak akibat konflik warisan dan rahasia kelam. Putrinya, Karina (Mikha Tambayong), mewarisi semangat pemberontak ayahnya tapi lebih rasional; putra bungsu Raihan (Marthino Lio) yang polos dan kurang dewasa; serta kerabat lain seperti Rudi (Dimas Anggara) dan Kenes (Kiki Narendra) yang terjebak dalam pusaran ambisi ini. Saat Sadimin diam-diam mengonsumsi prototipe jamu tersebut, mimpi indahnya berubah menjadi mimpi buruk. Ramuan itu bukan eliksir awet muda, melainkan virus mematikan yang mengubahnya menjadi zombie, makhluk haus darah dengan tekstur kulit mirip tanaman kantong semar, lengkap dengan urat-urat menjijikkan dan rongga kosong yang terinspirasi dari folklor Indonesia.

Plot Utama: Wabah yang Merebak dan Perjuangan Bertahan Hidup

Kisah inti dimulai saat Sadimin, dalam kondisi sekarat setelah kecelakaan kerja, diberi pertolongan pertama oleh pekerjanya. Namun, alih-alih sembuh, ia bangkit sebagai zombie pertama dan menggigit korban pertamanya. Virus menyebar cepat melalui gigitan, mengubah warga desa menjadi gerombolan undead yang brutal. Bambang (Eva Celia), sopir setia keluarga, menjadi saksi awal kekacauan ini. Ia berusaha melindungi Kenes dan Rudi, tapi situasi memburuk ketika pembantu Pardi dan Aris ikut berubah, memicu ledakan wabah di seluruh desa.

Kelompok penyintas, termasuk Karina, Rudi, Raihan, Bambang, Kenes, dan Mbok Sum, terpaksa bersatu meski penuh ketegangan internal. Mereka melarikan diri dari rumah Sadimin yang kini jadi sarang zombie, berlindung di sawah-sawah, dan menuju rumah Pak Lurah sebagai titik kumpul. Sepanjang perjalanan, film ini menyajikan adegan survival thriller yang mendebarkan: kejar-kejaran di malam gelap, pertarungan jarak dekat dengan senjata improvisasi seperti crossbow, dan momen-momen tegang di mana satu kesalahan bisa berujung gigitan fatal. Elemen mistis Jawa menambah lapisan horor, dengan zombie yang tak hanya ganas tapi juga "berbisik" melalui angin malam, mengingatkan penonton pada hantu-hantu lokal.

Stamboel, yang juga menulis naskah bersama Agasyah Karim dan Khalid Kashogi, dengan cerdik memadukan gore praktis (tanpa bergantung CGI berlebih) dengan humor desa yang getir, seperti candaan karyawan saat wabah baru dimulai. Efek visual zombie dirancang unik, terinspirasi dari tanaman predator kantong semar, memberikan rasa "Nusantara" yang segar pada genre zombie yang biasanya didominasi setting Barat.

Tema dan Pesan: Refleksi atas Keserakahan Manusia

Lebih dari sekadar aksi zombie, Abadi Nan Jaya menggali tema keluarga yang tercerai-berai oleh ambisi. Sadimin mewakili generasi tua yang haus kekuasaan, sementara anak-anaknya belajar bahwa keabadian sejati ada pada ikatan darah, bukan ramuan ajaib. Film ini juga menyindir industri obat tradisional yang kadang mengorbankan etika demi inovasi, sebuah isu relevan di Indonesia. Dengan durasi sekitar 100 menit, cerita ini mengalir cepat, penuh plot twist seperti pengkhianatan internal dan rahasia keluarga yang terungkap di tengah kekacauan.

Pemain dan Kru: Kekuatan di Balik Layar

Donny Damara menghidupkan Sadimin dengan karisma gelap yang mencekam, sementara Mikha Tambayong sebagai Karina menonjol dengan intensitas emosionalnya, sebuah peran breakthrough baginya. Eva Celia sebagai Bambang membawa nuansa tangguh, dan Marthino Lio menambah kedalaman pada Raihan yang polos. Kru di baliknya termasuk produser Edwin Nazir, yang memastikan syuting di Bantul dan Magelang menangkap esensi Jawa Tengah. Skor musik oleh komposer lokal menambah ketegangan, dengan sentuhan gamelan yang menyatu dengan deru zombie.

Kesimpulan: Zombie ala Indonesia yang Layak Ditonton

Secara premise dasar cerita sih sudah cukup bagus, tapi ada beberapa adegan (scene) yang dirasa tidak alami (tidak natural) kesannya, saya hitung total ada belasan adegan yang menurut penilaian saya kurang alami dan cukup menganggu di pikiran, reaksi alami di kehidupan nyata tidak akan begitu. 

Saya tidak ikut berita dunia perfilman Indonesia, jadi tidak tahu apakah aktor dan aktris yang digunakan itu terkenal atau tidak, tetapi sebagian terkesan kurang pengalaman, kayak baru pertama kali akting dan kurang profesional.

Penggunaan latar belakang cerita di desa, nampaknya dipilih agar bisa lebih hemat budget, karena jika di kota maka akan lebih sulit dan rumit serta memakan biaya yang jauh lebih besar.

Menurut saya, film Abadi Nan Jaya ini masih watchable. Setidaknya saya menonton sampai habis, tetapi memang ada beberapa kali menekan skip / fast forward.

Abadi Nan Jaya bukan hanya film zombie pertama Indonesia yang digarap secara optimal, tapi juga bukti bahwa horor lokal bisa bersaing di panggung internasional. Meski ada kritik soal keputusan karakter yang kadang "bodoh" ala film B-grade, adegan plot cerita yang tidak alami, gore-nya memuaskan dan pesannya menggigit. Jika Anda penggemar cerita Zombie ala Train to Busan atau The Walking Dead tapi ingin rasa baru khas lokal, film ini wajib ditonton di Netflix.

Share:
Previous Post