Sejarah Peralihan Kerajaan Dinasti Qing ke Republik Rakyat Tiongkok

Sejarah Peralihan Kerajaan Dinasti Qing ke Republik Rakyat Tiongkok

Kemaren saya nampak topik tentang perang dunia ke-2, yang tentunya sebuah event atau kejadian yang menyebabkan sangat banyak hal. Biarpun tidak benar-benar seluruh negara berperang, tetapi hanya sebagian, tetapi yang ikut terlibat mencapai 190-an negara1.

Salah satu peristiwa hasil dari perang dunia ke-2 adalah Jepang angkat kaki dari Indonesia, dan kemudian Indonesia merdeka. Kalau dari rangkaian rentang waktu peralihan kekuasaan dari masa Indonesia dijajah Belanda sampai merdeka, rantainya pendek.

Kemudian saya lihat negeri Tiongkok ternyata kemerdekaannya tidak jauh beda waktunya dengan Indonesia, yaitu tahun 1949, lebih telat empat tahun dari Indonesia. Hampir mirip, kemerdekaannya juga hasil buah kekalahan Jepang di PDII. Biarpun hampir sama waktu kemerdekaannya, tapi ntah kenapa Tiongkok lebih cepat berkembang. 

Tapi yang dibahas bukan masalah ekonomi disini, karena saya tidak mengerti gimana proses peralihan kekuasaan dari yang jaman Kerajaan/kekaisaran (monarki absolut) beralih ke republik, jadi saya kemudian meluangkan waktu ke Wikipedia, ternyata sejarahnya sangat rumit, jauh lebih rumit dari sejarah Indonesia. Saya sampai menghabiskan waktu beberapa jam di Wikipedia untuk mencermati. Mungkin yang mengerti sejarah tiongkok ya lebih gampang, saya tidak.

Tapi bagi yang seperti saya, ingin sekadar tahu dan versi super singkatnya tentang peralihan dari jaman kerajaan ke republik seperti sekarang ini, kira-kira seperti dibawah ini:


Setelah kematian Maharani Janda Cixi dan Kaisar Guangxu pada tahun 1908, Pangeran Chun (ayah dari Kaisar Puyi, kaisar terakhir yang masih kecil) mengambil alih sebagai bupati. Pangeran Chun menaruh dendam kepada Yuan Shikai (panglima pasukan Beiyang) karena perannya yang diduga mengkhianati Kaisar Guangxu selama Reformasi Seratus Hari tahun 1898.

Berakhirnya era kerajaan Tiongkok ini karena revolusi tahun 1911 yang dikenal dengan nama revolusi Xinhai. Revolusi Xinhai dimulai dengan perang "Wuchang Uprising". Tongmenghui adalah organisasi revolusioner yang didirikan dan dipimpin oleh Sun Yat-sen

Saat revolusi ini, Dinasti Qing memanggil kembali Yuan Shikai (mantan komandan pasukan Beiyang) sebagai perdana menteri untuk mengatasi pemberontakan revolusioner yang dipimpin Sun Yat-sen.

Perang singkat antara kedua kubu, berakhir dengan negosiasi, Sun Yat-sen memilih untuk mundur dan membiarkan Yuan Shikai untuk menjadi presiden dalam pemerintahan baru jikalau Yuan bisa memaksa pemerintahan Qing untuk turun. 

Kaisar Xuantong (atau yang lebih dikenal dengan Puyi) yang masih berumur 6 tahun akhirnya turun takhta, dan berakhirlah dinasti Qing. 

Tongmenghui (Liga Persatuan Tiongkok) secara resmi berubah menjadi Kuomintang (KMT) pada tanggal 25 Agustus 1912.

Yuan Shikai menjadi presiden pertama Republik China di tahun 1912. 

Tahun 1913-14, terjadi Pemberotakan Bai Lang, yang dibentuk oleh Bai Lang, seorang bandit yang berusaha untuk menjatuhkan pasukan Beiyang-nya Yuan Shikai, tapi gagal

Setelah tiga tahun menjabat jadi presiden, pada tahun 1915, Yuan Shikai kembali ke sistem kerajaan (monarki), mendirikan Kekaisaran China dengan dia sendiri menjadi kaisar dengan sebutan kaisar Hongxi.

Tapi sayang kekaisaran China baru ini tidak berlangsung lama, karena langsung muncul penolakan dari banyak pihak, hanya sekitar tiga bulan (tepatnya 83 hari), yaitu Maret 1916. Sistem kerajaan ini balik kembali digantikan ke republik oleh Yuan Shikai.

Pada tahun yang sama, Yuan Shikai meninggal dunia karena sakit gagal ginjal. ini menyebabkan kekosongan kekuasaan. Yuan Shikai adalah pemimpin terkuat Tiongkok karena ia mengendalikan Tentara Beiyang, kekuatan militer modern utama negara itu. Ketika dia meninggal, kendali terpusat atas militer menghilang, dan Tiongkok langsung terjerumus ke dalam periode kekacauan yang dikenal sebagai Era Panglima Perang (Warlord Era, 1916-1928).

Tentara Beiyang tidak setia kepada negara atau kepada Presiden penerusnya (Li Yuanhong), para komandan regional Tentara Beiyang yang kuat mulai memperebutkan wilayah, sumber daya, dan kendali atas Pemerintah Pusat di Beijing. Mereka membagi diri menjadi beberapa faksi utama, seperti:

  1. Faksi Anhui (dipimpin oleh Duan Qirui)
  2. Faksi Zhili (dipimpin oleh Feng Guozhang dan Wu Peifu)
  3. Faksi Fengtian (dipimpin oleh Zhang Zuolin di Manchuria)
Semua Faksi itu berada di Utara dan saling berebut kekuasaan, sedangkan di Selatan Sun Yat Sen melalui KMT pun mulai melatih dan membangun pasukan militer sendiri yang dikenal sebagai Tentara Revolusioner Nasional (disingkat TRN atau NRA), resmi didirkan pada tahun 1925.

Li Yuanhong sendiri, biarpun dia seorang perwira militer senior di Hubei, ia tidak memiliki pasukan yang cukup untuk melawan para panglima perang. Dia tidak membela Faksi panglima perang manapun, alias netral, malahan dia menjadi korban dalam perebutan kekuasaan itu. Pada masa jabatan pertamanya (1916-1917), Li Yuanhong terlibat dalam perselisihan besar dengan Perdana Menteri Duan Qirui (pemimpin Faksi Anhui) mengenai masalah-masalah nasional.

Akibat konflik tersebut, Li Yuanhong meminta Jenderal Zhang Xun untuk melakukan intervensi, tetapi Zhang Xun malah mencoba memulihkan Dinasti Qing (Restorasi Manchu 1917). Setelah insiden ini gagal ditumpas oleh Duan Qirui, Li Yuanhong terpaksa mengundurkan diri dan mengasingkan diri.

Selama masa 1916-1924, terjadi banyak kudeta terhadap posisi presiden:
  1. Li Yuanhong (1916–1917): Wakil Presiden yang mengambil alih setelah kematian Yuan Shikai.
  2. Feng Guozhang (1917–1918): Wakil Presiden yang otomatis naik menjadi Presiden setelah Li Yuanhong mundur. Pemimpin Faksi Zhili.
  3. Xu Shichang (1918–1922): Dipilih secara resmi oleh parlemen, didukung oleh Faksi Anhui yang berkuasa saat itu.
  4. Li Yuanhong (1922–1923): Kembali menjadi Presiden setelah Xu Shichang diusir oleh Panglima Perang Faksi Zhili.
  5. Cao Kun (1923–1924): Panglima perang Faksi Zhili, ia memaksa Li Yuanhong mundur (untuk kedua kalinya) dan menjadi Presiden setelah menyogok anggota parlemen secara massal.
  6. Feng Yuxiang (1924-1925), melakukan kudeta terhadap presiden Cao Kun, yang dikenal sebagai peristiwa Kudeta Beijing tahun 1924. Feng Yuxiang adalah seorang jenderal kunci dari Faksi Zhili (faksi yang sama dengan Cao Kun).
Sun Yat Sen melakukan aliansi dengan PKT. Aliansi KMT-PKT merujuk pada Front Persatuan yang dibentuk antara dua partai politik utama Tiongkok: Kuomintang (KMT) atau Partai Nasionalis Tiongkok, dan Partai Komunis Tiongkok (PKT). Aliansi ini difasilitasi oleh Uni Soviet (Comintern), yang memberi dukungan militer dan politik kepada KMT dan mendesak PKT untuk bekerja sama.

Tidak lama setelah TRN (pasukan militer-nya KMT) didirikan oleh Sun Yat Sen, dia meninggal dunia di tahun yang sama (1925). Setelah Sun Yat-sen wafat pada tahun 1925, Chiang Kai-shek (yang juga merupakan komandan Akademi Whampoa) menjadi pemimpin KMT dan Panglima Tertinggi TRN.

Pasukan TRN inilah yang nantinya melancarkan kampanye militer besar yang dikenal sebagai Ekspedisi Utara (Northern Expedition) pada tahun 1926–1928, yang bertujuan untuk menghancurkan faksi-faksi panglima perang utara dan menyatukan Tiongkok di bawah Pemerintahan Nasionalis.

Pada tahun 1926, Feng Yuxiang diusir dari Beijing oleh serangan gabungan dari Faksi Zhili (yang mencoba membalas kudeta 1924) dan Faksi Fengtian di bawah Zhang Zuolin. Feng Yuxiang akhirnya menyadari bahwa ia tidak dapat memerintah Tiongkok sendiri dan harus bersekutu dengan kekuatan yang sedang bangkit. Pada akhir 1926, Feng Yuxiang secara formal bergabung dengan Kuomintang (KMT) yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek dan Tentara Revolusioner Nasional (TRN). Pasukannya diintegrasikan ke dalam TRN dan memainkan peran penting dalam mengalahkan panglima perang utara lainnya dalam "Ekspedisi Utara". 

Setelah Feng Yuxiang diusir dari Beijing pada tahun 1926, pemerintahan pusat di Beijing jatuh ke tangan aliansi yang mengalahkannya, yaitu Faksi Fengtian yang dipimpin oleh Zhang Zuolin (yang juga didukung oleh Faksi Zhili yang Tersisa yang Bersekutu dengan Fengtian).

Pada tahun 1927, terjadi perpecahan tajam antara faksi kiri KMT (yang bersekutu dengan Komunis dan berpusat di Wuhan) dan faksi kanan KMT (dipimpin oleh Chiang Kai-shek dan berpusat di Nanchang/Nanjing). Aliansi ini berakhir dengan tragis pada tahun 1927 ketika Chiang Kai-shek (pemimpin KMT) melakukan Pembantaian Shanghai, membersihkan dan mengeksekusi ribuan anggota Komunis, yang mengarah pada Perang Saudara Tiongkok.

Pembantaian Shanghai (April 1927): Chiang Kai-shek melakukan pembersihan besar-besaran terhadap Komunis di Shanghai dan kota-kota lain, secara efektif mengakhiri Aliansi Pertama KMT-PKT dan mendirikan pemerintahan anti-Komunis di Nanjing.

Penaklukan Utara (1928): TRN kembali melanjutkan serangan ke utara. Chiang Kai-shek bersekutu dengan panglima perang yang beralih pihak. Pasukan TRN berhasil memasuki Beijing.

Saat ekspedisi utara ini, semua Faksi tumbang. Faksi Fengtian adalah faksi terakhir yang tumbang. Setelah kematian Zhang Zuolin (mati karena keretanya diledakkan Jepang saat perjalanan pulang dari Beijing ke Manchuria), putranya, Zhang Xueliang ("Panglima Perang Muda"), menyadari perlawanan sia-sia. Pada Desember 1928, ia menyatakan kesetiaannya kepada Pemerintah Nasionalis KMT di Nanjing. Tindakan ini (dikenal sebagai Bendera Penggantian Timur Laut) secara simbolis menandai berakhirnya Ekspedisi Utara dan penyatuan Tiongkok. 

Periode dari tahun 1928 hingga 1937 dikenal dalam sejarah Tiongkok sebagai "Dekade Nanjing" (Nanjing Decade) atau "Pemerintahan Nasionalis". Ini adalah masa di mana Kuomintang (KMT) di bawah kepemimpinan Chiang Kai-shek secara resmi berkuasa setelah Ekspedisi Utara berhasil menyatukan Tiongkok. Meskipun terjadi upaya modernisasi dan pembangunan, periode ini juga ditandai dengan konflik internal yang intens dan ancaman eksternal yang makin besar.

Meskipun membantu KMT menyatukan negara, Feng Yuxiang kemudian tidak setuju dengan kebijakan sentralisasi Chiang Kai-shek. Ia sempat memberontak dalam Perang Dataran Tengah (1930) tetapi kalah dan kekuasaan militernya secara efektif berakhir.

Konflik utama pada periode "Dekade Nanjing" ini adalah perang saudara tanpa henti antara KMT dan Partai Komunis Tiongkok (PKT), yang telah pecah setelah pembersihan tahun 1927. 

KMT melancarkan lima Kampanye Pengepungan (atau Kampanye Pemusnahan) besar-besaran terhadap basis-basis Komunis, terutama di wilayah Jiangxi. Tujuannya adalah menghancurkan PKT sepenuhnya. Untuk menghindari pengepungan total KMT, Tentara Merah Komunis melarikan diri (dikenal sebagai peristiwa Pawai Panjang) dari Jiangxi dan melakukan perjalanan epik melintasi Tiongkok ke basis baru di Yan'an, Shaanxi. Peristiwa ini menewaskan sebagian besar pasukan Komunis tetapi memperkuat kepemimpinan Mao Zedong.

Mao Zedong mulai memegang posisi kepemimpinan yang dominan dalam Partai Komunis Tiongkok (PKT) sejak tahun 1935, selama peristiwa Pawai Panjang (Long March).

Selain perang saudara, mulai tahun 1931, militer Jepang menggunakan dalih Insiden Mukden untuk menginvasi dan menduduki seluruh wilayah Manchuria di Tiongkok Timur Laut. Ini adalah ancaman eksternal yang paling serius.

Tahun 1932, Jepang mendirikan negara boneka di Manchuria yang disebut Manchukuo dan menempatkan Puyi (mantan kaisar Qing) sebagai kepala negaranya.

Insiden Xi'an (1936): Chiang Kai-shek diculik oleh Jenderal Zhang Xueliang. Zhang memaksa Chiang untuk menghentikan perang saudara melawan Komunis dan bersatu melawan Jepang. Kejadian ini meletakkan dasar bagi Front Persatuan Kedua (Aliansi KMT dan PKT yang kedua kali).

Periode "Dekade Nanjing" ini berakhir ketika konflik dengan Jepang meningkat menjadi perang skala penuh pada tahun 1937.

Perang skala penuh antara Tiongkok (dipimpin oleh Kuomintang/KMT) dan Kekaisaran Jepang, yang dikenal sebagai Perang Tiongkok-Jepang Kedua (Second Sino-Japanese War), dimulai pada tahun 1937 dan berakhir pada tahun 1945.

Perang berakhir pada 2 September 1945, ketika Kekaisaran Jepang secara resmi menyerah kepada Sekutu, menyusul pengeboman atom Hiroshima dan Nagasaki serta masuknya Uni Soviet ke dalam perang.

Setelah Perang Tiongkok-Jepang Kedua berakhir pada September 1945, Tiongkok seharusnya memasuki masa damai dan penyatuan. Namun, yang terjadi justru sebaliknya: Perang Saudara Tiongkok yang sebelumnya terhenti kembali berlanjut dan meningkat menjadi konflik skala penuh antara KMT dan PKT.

Pada tahun 1946, Kuomintang (KMT) yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek dan Partai Komunis Tiongkok (PKT) yang dipimpin oleh Mao Zedong segera berlomba untuk merebut kembali wilayah dan senjata yang ditinggalkan oleh Jepang, terutama di Tiongkok Utara dan Manchuria.

Meskipun KMT memenangkan perang melawan Jepang, pemerintahan mereka dilanda korupsi yang meluas, hiperinflasi, dan salah urus ekonomi. Hal ini menyebabkan hilangnya dukungan populer di kalangan perkotaan dan kelas menengah. Amerika Serikat mendukung KMT dengan bantuan militer dan keuangan, tetapi bantuan tersebut sering kali disalahgunakan atau tidak efektif. PKT, dengan dukungan Uni Soviet, berhasil mengamankan banyak senjata Jepang dan menguasai Manchuria, memberikan mereka basis industri dan sumber daya yang penting. Pasukan Komunis (Tentara Pembebasan Rakyat/PLA) unggul dalam strategi perang gerilya dan berhasil mengepung kota-kota besar yang dikuasai KMT.

Perang Saudara Tiongkok berakhir dengan kemenangan Partai Komunis pada tahun 1949. Pada Oktober 1949, Mao Zedong memproklamasikan berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (RRT) di Beijing. Chiang Kai-shek dan sisa-sisa pasukan serta pemerintahan KMT melarikan diri ke Pulau Taiwan, di mana mereka mendirikan pemerintahan baru dalam pengasingan, yang kini dikenal sebagai Republik Tiongkok (RT).

Demikian versi penjelasan singkat yang bisa saya rangkumkan, hasil dari baca-baca di Wikipedia.


--

Sumber:

  • https://en.wikipedia.org/wiki/Puyi
  • https://en.wikipedia.org/wiki/1911_Revolution
  • https://www.bloomberg.com/news/articles/2023-03-16/patek-philippe-watch-owned-by-puyi-china-s-last-qing-emperor-to-be-auctioned?leadSource=uverify%20wall
  • https://www.rbth.com/arts/2015/08/18/in_the_last_emperors_words_life_as_a_prisoner_in_the_ussr_48561.html
  • https://en.wikipedia.org/wiki/Beijing_Coup


Share:
Next Post Previous Post